Rabu, 17 Agustus 2016

PENGUMUMAN WAWANCARA BIDIKMISI IPB GELOMBANG II

PENGUMUMAN WAWANCARA BIDIKMISI IPB GELOMBANG II

Sehubungan dengan tambahan kuota penerima BM 2016 untuk IPB,  dibuka kembali kesempatan untuk mengikuti wawancara Bidikmisi bagi pelamar  Bidikmisi  SNMPTN dan SBMPTN yang namanya tercantum di http://bit.ly/wawancaraBMtambahan

Waktu wawancara tanggal 20 Agustus 2016 (tempat menyusul).

Bagi calon peserta wawancara yang namanya terdaftar dan belum  lengkap berkasnya  harap segera dilengkapi.

Dokumen Bidikmisi yang harus lengkap dan dikumpulkan adalah sbb:
1. Surat Keterangan Miskin/Tidak Mampu dari Lurah/Kepala Desa (Asli dan terbaru maks. 3 bulan terakhir)
2. Formulir Beasiswa Bidikmisi IPB. File fotmulir tsb.  Dapat diunduh dan diakses dilink http://bit.ly/formulirBM2016
3. Mengisi Formulir online Bidikmisi IPB di link : bit.ly/bidikmisiipb2016
4. Fotokopi KK
5. Surat keterangan penghasila orang tua
6. Bukti bayar listrik 3 bulan terakhir.

Semua berkas disusun dan diberi penjepit kertas agar RAPI, TANPA MAP dan dikumpulkan ke Loket Beasiswa Ditmawa IPB Gd. Rektorat IPB lantai 1 maksimal tgl 19 Agustus 2016 pukul 15.00 WIB.

MOHON DIBACA DENGAN CERMAT DAN DILENGKAPI BERKAS YANG DIPERLUKAN SAJA.

Semoga bermanfaat :)

Terima kasih

Subdit Kesejahteraan Mahasiswa
Direktorat Kemahasiswaan IPB
Facebook : Beasiswa Ipb
Sms : 085778681752
Telpon : 0251-8624067

STUDENT FIRST,
trust, respect and responsibility

Senin, 11 April 2016

[CERPEN 2]



(DEG....) RINDU MEREKA

Deg . . .
Perasaan ini . . .
Muncul kembali. Lagi-lagi muncul ke permukaan hati. Ya Allah, lindungilah mereka dan jagalah mereka dimanapun mereka berada. Amin ya Allah.

Sore ini, di hari Senin yang cerah, tepat di perpustakaan kampus, Dinda mendengar sebuah lantunan ayat suci Al-Qur’an yang dibacakan sebelum adzan sholat Ashar ini sebagai intro atau mukadimah. (Dinda sering menyebutnya begitu). Dan seketika itu ketika Dinda mendengar kata pertama intro tersebut, hati Dinda terasa aneh. Suara khas dan nada khas itu hanya bisa Dinda temukan di masjid kampus. Kampus tercintanya, di mana Dinda bertemu dengan mereka. Hatinya seperti tersentuh sebuah perasaan yang tak akan pernah Dinda ucapkan di depan mereka secara langsung. Iya, lantunan ayat suci Al-Qur’an itu lebih tepatnya mengingatkan Dinda pada perjalanan dan petualangan yang Dinda lewati bersama mereka. Petualangan yang tidak disengaja itu menggoreskan cerita tersendiri di lembaran hidup Dinda. Satu warna kisah diantara ribuan warna kisah hidup Dinda.

Mungkinkah ini sebuah perasaan “kangen” akan perjalanan dan petualangan itu lagi?? Kangen akan hal-hal aneh yang terjadi ketika menamai perjalanan yang akan dilalui dengan kata “petualangan”?? Kangen akan kebersamaan yang terbentuk?? Kangen akan keseruan (alias ketidakjelasan sebenernya, hehe) yang terjadi disela-sela petualangan??

Ya Allah, semoga mereka dalam keadaan sehat dan aman. Semoga mereka senantiasa dalam lindungan-Mu ya Allah. Jauhkanlah mereka dari segala ketidakbaikan yang bisa mencelakakan mereka. Dinda titipkan kangen ini yang Dinda ubah menjadi “rindu” hanya kepada-Mu. Karena Dinda yakin, tidak ada yang bisa benar-benar menjaga rindu ini sebaik engkau ya Allah. Rindu Dinda kepada mereka yang sedang mengejar masa depan masing-masing.

Dramaga, 11 April 2016
@LSI IPB

Senin, 28 Maret 2016

[CERPEN 1]

PRASANGKA BURUK KEPADA MBAH JONO

Namanya Ibu Aisyah, yang sehari-harinya bekerja sebagai penjual sembako di rumahnya. Iya, Ibu Aisyah membuka sebuah warung di depan rumahnya yang terletak di sebuah desa nan asri dan masih dipenuhi dengan pesawahan. Setiap paginya Ibu Aisyah selalu pergi ke pasar induk yang terletak di Kecamatan. Jarak rumah Ibu Aisyah dengan pasar sekitar 3-4 km yang biasanya ditempuh oleh Bu Aisyah dengan sepeda motor.
Jangan ditanya seberapa banyak belanjaan yang akan dibawa Bu Aisyah dengan sepeda motorya, tentu saja depan belakang kanan kiri sepeda motor selalu penuh dengan belanjaan Bu Aisyah. Sayur, buah, daging, kopi, kelapa, detergen, rokok, kue kiloan, dll selalu Bu Aisyah beli demi memenuhi kebutuhan pelanggannya di rumah. Sikap ramah dan polos Bu Aisyah membuat tetangga-tetangganya selalu belanja dan kembali lagi untuk belanja di warung Bu Aisyah. Dan tentunya kelengkapan sembako yang dibuat Bu Aisyah juga lah yang membuat customer kembali lagi ke warung Bu Aisyah. Terkadang di warung Bu Aisyah juga diperbolehkan untuk utang terlebih dahulu tanpa ada jangka waktu. Jadi dalam jual beli Bu Aisyah lebih mengedepankan prinsip “kepercayaan dan kekeluargaan”. Satu hal yang selalu dipegang oleh Bu Aisyah adalah ketika kita memudahkan urusan orang lain maka percayalah urusan kita pun akan dipermudah juga. Hal itulah yang menjadi motivasi Bu Aisyah dalam membuka warung sembakonya.
Hari ini, hari Sabtu pagi ada yang berbeda dengan rutinitas Bu Aisyah sebelumnya. Biasanya Bu Aisyah belanja sembako sendiri, tapi kali ini Bu Aisyah tidak sendiri. Bu Aisyah ditemani oleh putrinya yang baru saja pulang dari tanah Sunda karena sedang menimba ilmu disana. Putri Bu Aisyah ini bernama Zahra. Zahra adalah mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas negeri di Tanah Sunda yang menimba ilmu di jurusan Ekonomi Pertanian. Sabtu pagi yang cerah ini, Zahra mengantarkan Ibunda tersayangnya, Bu Aisyah ke pasar untuk belanja kebutuhan warung.
Seperti biasanya dulu, Zahra menunggu Bu Aisyah di parkiran belakang pasar. Zahra jadi teringat kata Bapaknya, kalau parkir di belakang pasar tak usah membayar uang parkir karena Bapak sudah membayar tukang parkir disana langsung untuk satu bulan. Waktu Zahra mengantar Bu Aisyah ke pasar dan parkir dibelakang pasar, ternyata yang menjaga parkir juga masih sama seperti dahulu yaitu Pak Jono, tapi sering dipanggil “Mbah Jono” karena memang penjaga parkir itu sudah tua.
Sesampainya di tempat parkir, Bu Aisyah langsung masuk pasar dan Zahra menunggu di tempat parkiran. Karena sudah lama tidak menyapa Mbah Jono, Zahra mencoba mendekati Mbah Jono yang tampaknya sedang melihatnya. Pikir Zahra sekalian duduk mungkin Zahra bisa menyapa Mbah Jono dan menanyai kabarnya. Ketika sudah memperkenalkan diri kalau Zahra adalah anak Bu Aisyah, Zahra pun duduk dibangku panjang depan Mbah Jono. Mbah Jono sepertinya masih agak lupa dengan Zahra. Tapi sangat terlihat kalau Mbah Jono mencoba mengingat dengan mengajukan beberapa pertanyaan ke Zahra seperti Zahra putri Bu Aisyah yang kuliah itu bukan? yang dapat beasiswa kuliahnya? yang kuliah di Tanah Sunda iya kan? Wah lagi libur ya nduk kok di sini? Udah berapa tahun kuliah disana? Setelah semua pertanyaan tersebut sudah dijawab semua oleh Zahra, akhirnya ingat juga Mbah Jono dengan Zahra.
Sambil menunggu Bu Aisyah, Zahra ngobrol dengan Mbah Jono terkait kondisi dan kabar-kabar daerah sekitar pasar yang sempat diberitakan pernah terjadi kebakaran. Sangat bijak sekali jawaban Mbah Jono dalam menanggapi berita tersebut. Tidak menyalahkan pihak manapun karena kata Mbah Jono, “Namanya juga pasar ya banyak orang nduk, ndak tau itu sengaja atau ndak sengaja, memang orang dalam pasar atau malah pemerintah atau oknum tertentu yang punya kepentingan. Yang Penting sekarang sudah beres dan tidak ada korban yang terluka. Hanya perlu hati-hati dan waspada aja.” Asyik ngobrol sama Mbah Jono, tiba-tiba ada mbak-mbak yang memanggil untuk bayar parkir dengan suara yang agak pelan. Zahra pun menyampaikan kepada Mbah Jono kalau ada yang hendak bayar parkir. Padahal Mbah Jono juga melihat ke arah mbak-mbaknya tapi kok diam aja, makanya Zahra coba menyampaikan juga ke Mbah Jono. Lalu Mbah Jono dengan polosnya bilang, “cobo nduk mahasiswa kan, tolong ambilin ya, biar belajar praktek juga jangan teori aja”. Baiklah, Zahra pun menghampiri mbak-mbak yang hendak bayar parkir tadi. Dan tiba-tiba sesuatu terjadi. Ada bapak-bapak dari sisi dalam pasar yang mencegah Zahra untuk mengambil uang parkir tersebut. Bapak-Bapak tadi bilang dengan nada agak keras, “eh eh eh, apa-apaan ini? Itu uang parkir saya kok mau diambil?” Seketika Zahra kaget dan hanya terdiam sebentar kemudian langsung melihat ke Mbah Jono yang hanya diam saja melihat ke arahnya. Zahra pun menjelaskan kalau Zahra diminta bantuan Mbah Jono untuk mengambilnya. Kemudian bapak-bapak tadi menjelaskan kalau itu uang parkirnya karena mbak tadi parkir di daerahnya sambil menunjukkan batas daerah Mbah Jono dan Bapak tsb. Okelah, Zahra paham dan berjalan kembali ke tempat bangku panjang tadi dia duduk. Zahra masih heran kenapa Mbah Jono hanya diam saja ketika Zahra kena marah Bapak penjaga parkir tadi, padahal Zahra sangat yakin kalau Mbah Jono itu melihat ke arahnya.
Setelah itu, Zahra menjelaskan ke Mbah Jono kalau uang parkirnya diminta sama bapak parkir tadi. Dan Mbah Jono pun menjelaskan hal yang sama seperti bapak parkir tadi hanya saja nada dan bahasanya sesuai dengan Mbah Jono. Pikir Zahra kenapa gak disampaikan daritadi sebelum Zahra kena marah bapak parkir? Yasudahlah abaikan. Sedikit membuat Zahra illfeel. Sampai sempat hening karena Zahra main hp dan Mbah Jono tidak mengajak ngobrol lagi. Tiba-tiba Mbah Jono bertanya ke Zahra minta tolong dibelikan rokok ke warung di pasar tersebut. Seketika Zahra jawab gak mau dengan bahasa yang halus tentunya karena Zahra sendiri perempuan, jadi gak enak kalau harus Zahra yang membeli rokoknya seakan-akan Zahra lah yang merokok. Sebenarnya gak enak dengan Mbah Jono ketika menolak membantu Mbah Jono untuk membeli rokok. Tapi Zahra juga gak mau dimanfaatkan lagi seperti sebelumnya sehingga Zahra kena marah. Mbah Jono pun memahami jawaban Zahra yang tidak bisa bantu untuk membeli rokok. Pikir Zahra kenapa orang-orang di pasar seperti itu, dari yang Mbah Jono sampai ke Bapak parkir juga. Apakah sebegitu kerasnya sehingga karakter orang-orang pasar jadi seperti itu. Sedih ketika menyaksikan hal tersebut dengan mata kepala sendiri. Sekaligus membuat diri Zahra bersyukur karena Zahra besar di daerah perdesaan yang sangat menjunjung tinggi etika dan selama kuliah pun Zahra tinggal di Tanah Sunda yang sangat terkenal dengan kehalusannya.
Tiba-tiba memecahkan lamunan Zahra, Mbah Jono bertanya lagi soal uang. Ada beberapa lembar uang kertas yang Mbah Jono tunjukkan ke Zahra dan bertanya itu uang berapa. Ada yang 5000 dan 2000. Zahra menjelaskan kalau yang abu-abu itu yang tangan kiri mbah Jono adalah uang kertas 2000 dan uang kertas cokelat yang ditangan kanan Mbah Jono adalah uang 5000. Kemudian Mbah Jono memasukkan uang kertas tadi ke dalam kantong bajunya. Pikir Zahra, apakah Mbah Jono buta huruf sehingga tidak tahu itu uang berapa saja. Ya Allah hati Zahra sempat kaget kenapa di daerahnya masih ada yang tidak bisa mengenali mata uang Indonesia.
Tak lama kemudian Bu Aisyah datang dengan belanjaannya dan Zahra langsung mengambil motor yang tadi diparkiran. Kemudian ditatalah belanjaan tadi di motor. Tak jauh dari tempat parkir, lewatlah penjual gethuk (senacam jajanan yang terbuat dari singkong). Mbah Jono memanggil penjual tersebut dan tak lama dari itu ada seorang Ibu yang mendekati Mbah Jono sambil memberikan gethuk Mbah Jono dan mengambil uang dari Mbah Jono. Karna rasa penasaran, Zahra bertanya kepada Bu Aisyah siapakah gerangan wanita tadi. Ternyata wanita tadi adalah anaknya Mbah Jono. Dan kenapa Mbah Jono tidak beranjak dari tempat duduknya dan membeli sendiri gethuk tadi?
Deg, seketika itu Zahra baru sadar setelah Zahra melihat mata Mbah Jono yang sepertinya sudah tidak fokus lagi. Apakah mata Mbah Jono . . .
Iya, Bu Aisyah bilang kalau Mbah Jono tidak bisa melihat karena sudah tua. Bisa jadi hal itu karena katarak. Lantas kenapa tidak ada yang memeriksakan Mbah Jono ke Rumah Sakit atau Puskesmas? Air mata Zahra hampir saja jatuh, tapi Zahra tahan agar Bu Aisyah tidak melihatnya. Ya Allah apa yang telah Zahra lakukan dari tadi. Zahra sudah su’udzon dengan Mbah Jono yang sebenernya memang membutuhkan bantuan Zahra dan malah Zahra berprasangka buruk kepadanya. Zahra berbicara dalam hati sembari mengendarai motor bersama Bu Aisyah.
Rasa bersalah masih hinggap dalam hati Zahra betapa tercelanya perbuatan yang baru saja Zahra lakukan. Sama sekali tidak mencerminkan pribadi seorang muslim. Ya Allah ampunilah dosa Zahra ya Allah. Ya Allah apunilah dosa Zahra Ya Allah. Ya Allah ampunilah dosa Zahra ya Allah. Berulang kali Zahra memohon ampunan kepada Allah dan selalu mendo’akan Mbah Jono agar segera disembuhkan serta semoga Mbah Jono bisa melihat kembali seperti semula. Amin ya Allah.